اجهد ولا يتكسل ولا تكن غافلا فندمت العقبى لمن يتكاسل

Bersungguh-sungguhlah dan Jangan Bermalas-malasan, Karena Sesungguhnya Penyesalan itu Hanya Bagi Orang yang Bermalas-malasan

Sabtu, 26 Oktober 2013

Makalah Tafsir Falsafi

BAB I
PENDAHULUAN

Tafsir Falsafi berarti Penjelasan tentang kebenaran makna ayat Quran dengan menggunakan petunjuk yang nyata, serta menggunakan pola pikir yang radikal, sistematis dan universal agar didapat satu kebenaran yang rasional.
Tafsir Falsafi sangat bertentangan dengan Agama Islam, dan penafsiran dengan metode Falsafi ini jauh dari pemahaman nash, sehingga apabila dilakukan, maka akan sama dengan menjadikan agama sebagai filsafat. Di sudut lain bagi kelompok yang mendukung Tafsir dengan metode falsali ini berpendapat bahwa antara falsafah dengan agama Islam tidak ada pertentangan yang signifikan, sebab menurut mereka pada dasarnya wahyu Allah swt. itu tidak bertentangan dengan akal, oleh sebab itu, mereka membuat metode sinergis, dengan mengintegrasikan agama dengan filsafat, yang dimanifestasikan dalam bentuk pemberian takwil pada nas A1 Quran yang tertentu dan memberikan kejelasan sesuai dengan pola pemikiran nalar.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Tafsir Falsafi
1.      Pengertian Tafsir Falsafi
Tafsir falsafi menurut Quraisy Shihab adalah upaya penafsiran Al Qur’an dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat.[1] Tafsir falsafi, yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat Al Qur’an dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat Al Qur’an bisa berkaitan dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafsiri dengan menggunakan teori-teori filsafat.
Tafsîr al-Falâsifah, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan pemikiran atau pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-ra`y. Dalam hal ini ayat lebih berfungsi sebagai justifikasi pemikiran yang ditulis, bukan pemikiran yang menjustifikasi ayat.[2] seperti tafsir yang dilakukan al-Farabi, ibn Sina, dan ikhwan al-Shafa. Menurut Dhahabi, tafsir mereka ini di tolak dan di anggap merusak agama dari dalam.[3]
Al Qur’an adalah sumber ajaran dan pedoman hidup umat Islam yang pertama, kitab suci ini menempati posisi sentral dalam segala hal yaitu dalam pengembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan keislaman. Pemahaman ayat-ayat Al Qur’an melalui penafsiran mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya peradaban umat Islam. Di dalam menafsirkan Al Qur’an terdapat beberapa metode yang dipergunakan sehingga membawa hasil yang berbeda-beda pula, sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang penafsir masing-masing. Sehingga timbullah berbagai corak penafsiran seperti tafsir shufi, ilmi, adabi, fiqhi dan falsafi dan lain-lain yang tentunya juga akan menimbulkan pembahasan yang luas serta pro-kontra dari zaman ke zaman.
Penafsiran terhadap Al Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa awal Islam. Sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui seluruh segi kandungan Al Qur’an serta intensitas perhatian para ulama terhadap tafsir, maka tafsir Al Qur’an pun terus berkembang, baik pada masa ulama salaf maupun khalaf bahkan hingga sekarang. Pada tahapan-tahapan perkembangannya tersebut, muncullah karakteristik yang berbeda-beda baik dalam metode maupun corak penafsirannya.
Sejarah telah mencatat perkembangan tafsir yang begitu pesat, seiring dengan kebutuhan, dan kemampuan manusia dalam menginterpretasikan ayat-ayat Tuhan. Setiap karya tafsir yang lahir pasti memiliki sisi positif dan negatif, demikian juga tafsir falsafi yang cenderung membangun proposisi universal hanya berdasarkan logika dan karena peran logika begitu mendominasi, maka metode ini kurang memperhatikan aspek historisitas kitab suci. Namun begitu, tetap ada sisi positifnya yaitu kemampuannyamembangun abstraksi dan proposisi makna-makna latent (tersembunyi) yang diangkat dari teks kitab suci untuk dikomunikasikan lebih luas lagi kepada masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan bahasa.[4]
Dari pemahaman tersebut tidak tidak terlalu berlebihan kiranya kalau kita mengharapkan nantinya terwujudnya tafsir falsafi ideal, sebuah konsep tafir falsafi yang kontemporer yang tidak hanya berlandaskan interpretasi pada kekuatan logika tetapi juga memberikan perhatian pada realitas sejarah yang mengiringinya. Sebab pada prinsipnya teks Al Qur’an tidak lepas dari struktur historis dan konteks sosiokultural di mana ia diturunkan. Dengan demikian, akan lahir tarfir-tafsir filosofis yang logis dan proporsional, tidak spekulatif dan diberlebih-lebihan. Dan mungkin harapan tersebut tidak terlalu berlebihan karena disamping memang kita belum menemukan tafsir yang secara utuh menggunakan pendekatan filosofis, kalaupun ada itu hanya pemahaman beberapa ayat yang bisa kita temukan dalam buku-buku mereka.
Corak penafsiran ini akan sangat bermanfaat nantinya untuk membuka khazanah keislaman kita, sehingga kita nantinya akan mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat. Metode berfikir yang digunakan filsafat yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna tentunya akan memperoleh hasil penafsiran yang lebih valid walaupun keberannya masih tetap relatif.
Namun kombinasi hasil penafsiran tersebut dengan aspek sosio-historis tentunya akan semakin menyempurnakan eksistensinya. Sehingga produk tafsir ini jelas akan lebih memikat dan kredibel dari pada tafsir lain.



2.      Sejarah Munculnya Tafsir Falsafi
Pada saat ilmu-ilmu agama dan science mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang di wilayah kekuasaan Islam dan gerakan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab digalakkan pada masa khalifah Abbasiyah, sedangkan di antara buku-buku yang diterjemahkan itu adalah buku-buku karangan para Filosof seperti Aristoteles dan Plato, maka dalam menyikapi hal ini ulama Islam terbagi kepada dua golongan, sebagai berikut:
1)       Golongan pertama menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para filosof tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena itu mereka memahami ada diantara yang bertentangan dengan aqidah dan agama.  Bangkitlah mereka dengan menolak buku-buku itu dan menyerang paham-paham yang dikemukakan di dalamnya, membatalkan argumen-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari kaum muslimin.[5]
Di antara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat adalahHujjah al-Islam al-Imam Abu Hamid Al-Ghazaly. Oleh karena itu ia mengarang kitab al-Isyarat dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka, Ibnu Sina dan Ibn Rusyd. Demikian pula Imam al-Fakhr Al-Razy di dalam kitab tafsirnya mengemukakan paham mereka dan kemudian membatalkan teori-teori filsafat mereka, karena bernilai bertentangan dengan agama dan al-Qur’an.
2)       Sebagian ulama Islam yang lain, justru mengagumi filsafat. Mereka menekuni dan dapat menerima sepanjang tidak bertentangan dengan dengan norma-norma (dasar) Islam, berusaha memadukan antara filsafat dan agama dan menghilangkan pertentangan yang terjadi di antara keduanya.
Golongan ini hendak menafisrkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan teori-teori filsafat mereka semata, akan tetapi mereka gagal, oleh karena tidaklah mungkin nash al-Qur’an mengandung teori-teori mereka dan sama sekali tidak mendukungnya.
DR. Muhammad Husain Al-Dzahabi, menanggapi sikap golongan ini, berkata “Kami tidak pernah mendengar ada seseorang dari para filosof yang mengagung-agungkan filasafat, yang mengarang satu kitab tafsir Al-Qur’an yang lengkap. Yang kami temukan dari mereka tidak lebih hanya sebagian dari pemahaman-pemahaman mereka terhadap al-Qur’an yang berpencar-pencar dikemukakan dalam buku-buku filsafat karangan mereka.[6]

B.   Tafsir Sufi
1.      Pengertian dan Sejarah Lahirnya Tafsir Sufi
Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-ayat al-Quran dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Kata tasawuf sendiri menurut Dr. Muhammad Husen adz Dzahabi adalah transmisi jiwa menuju Tuhan atas apa yang ia inginkan atau dengan kata lain munajatnya hati dan komunikasinya ruh.
Tafsir al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian; tafsir shufi nadzary dan tafsir shufi  isyary. Tafsir sufi nazary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.[7] Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang di dasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsir al-Qur`an al-Adzim karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al-Sulami dan Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur`an karya al-Syairazi. Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar`i yang menguatkan, (2) tidak bertentangan dengan syareat/ rasio, (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak.[8]
Klaim sebagai pengemban risalah akhlakiyah memberi peluang bagi kemungkinan bahwa para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika mencapai tahapan ma’rifat dalam tahap-tahap muraqabah kepada Allah. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai al-nubuwwat al-amma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para rasul dan nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman nanti.[9]

 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassirnya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an melalui jalan i’tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyuarakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriahnya seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan mengungkapkan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin yang dipahami oleh kalangan sufi. Contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi adalahTafsir al-Qur’an al-Azhim, karya Sahl al-Tustari (w.283 H). Haqa’iq al-Tafsir karya Abu Abd al-Rahman al-Sulami (w.412 H). Lata’if al-Isyarat karya al-Qusyairi, dan ‘Ara’is al-Bayan fi Haqa’iq al-Qur’an karya al-Syirazi (w.606).
Dr. Muhammad Husain al-Dzahaby berkata: “kami tidak mendengar ada seseorang yang mengarang kitab tertentu tentang tafsir sufi teoritis yang menafsirkan ayat demi ayat dalam al-Qur’an sepertti dalam tafsir isyary (tafsir yang mengungkapkan makna-makna yang diisyaratkan oleh ayat Al-Qur’an). Yang kami temukan adalah keterangan-keterangan yang terpencar-pencar (tidak dalam suatu kitab tertentu) yang termuat dalam penafsiran yang disandarkan kepada  Ibn Araby dan kitab al-Futuhat al-Makkiyah, karangan beliau, sebagaimana sebagian yang lain dapat ditemukan dalam banyak kitab-kitab tafsir yang corak penafsirannya berbeda-beda”.
Mereka berkata, tafsir sufi dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:
1.       Tidak menafikan makna lahir (pengertian tekstual) dari ayat al-Qur’an.
2.       Penafsiran itu diperkuat oleh dalil Syara’ yang lain.
3.       Penafsiran itu tidak bertentangan dengan dalil syara’ atau ratio.
4.       Penafsirannya tidak mengakui bahwa hanya penafsirannya (batin) itulah yang dikehendaki oleh Allah, bukan pengertian tekstualnya. Sebaliknya ia harus mengakui pengertian tekstual dari ayat, sebagaimana penegasan Imam Al-Alusy.[10]
Di antara kitab-kitab tentang tafsir Sufi adalah sebagai berikut:
1.       Tafsir Al-Qur’an al-Adhim, karangan Imam Al-Tustury.
2.       Haqaiq al-Tafsir, karangan al-Allamah Al-Sulamy.
3.       ‘Arais al-Bayan fy Haqaiq al-Qur’an, karangan Imam Al-Syirazy.



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Tafsir falsafi, yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Dalam menyikapi penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab pada masa khalifah Abbasiyah, ulama Islam terbagi kepada dua golongan: Golongan pertama menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para filosof tersebut. Golongan kedua justru mengagumi filsafat. Mereka menekuni dan dapat menerima sepanjang tidak bertentangan dengan dengan norma-norma (dasar) Islam.
Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian; tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi  isyary. Tafsir sufi nazary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak. Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang di dasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsir al-Qur`an al-Adzim karya al-Tustari, Haqaiq al-Tafsir karya al-Sulami dan Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur`an karya al-Syairazi.  Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar`i yang menguatkan, (2) tidak bertentangan dengan syareat/ rasio, (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak.
Jadi antara tafsir falsafi dengan tafsir sufi sangat erat hubungannya. Keduanya sama-sama didasari dengan fisafat tapi halnya tafsir sufi terbagi dalam dua bagian dan harus memenuhi beberapa syarat tersebut.

B.   Saran
Untuk lebih hati-hatinya kita mempelajari tafsir fasafi hanya sebagai pengetahuan saja karna sebagian ulama’ menganggap tafsir falsafi ini sangat bertentangan dengan Agama Islam, dan penafsiran dengan metode Falsafi ini jauh dari pemahaman nash, sehingga apabila dilakukan, maka akan sama dengan menjadikan agama sebagai filsafat.



DAFTAR PUSTAKA

Syihab, Quraisy,dkk. Sejarah dan Ulum Al Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta: 1999.
al-Dzahabi , M. Husein. Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Dar al-Fikr, Beirut: 1995.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik, Paramadina, Jakarta: 1996.
Hasan al Aridl, Ali.  Sejarah dan Metodologi Tafsir, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1994.




[1] Quraisy Syihab dkk, Sejarah dan Ulum Al Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta: 1999, hlm. 182
[2] M. Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Dar al-Fikr, Beirut: 1995, Jilid I, hlm. 419
[3] Ibid., Jilid II, hlm.431
[4] Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik, Paramadina, Jakarta: 1996, hal. 215
[5] Ali Hasan al Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, PT Raja Grafindo Persada,  Jakarta: 1994, hal. 61
[6] Ibid., hlm. 62
[7] M. Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid II, hlm. 346
[8]  Ibid., hlm. 377
[9] Abu Zayd, Hakadza Takallama Ibn Arabi, Markaz Dirasat, Beirut, t.th, hlm.54
[10] M. Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Juz III, hlm. 43

Contoh Laporan Hasil Magang di Rumah Cuci Rizki

LAPORAN MAGANG
RUMAH CUCI RIZKY
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Entrepreneur

Dosen Pembimbing:
Dr. Asep Abbas Abdullah, M.Pd

Oleh:
Muhibbatul Ummah    A81211130

                                                                                                  
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Entrepreneurship adalah sebuah mindset atau pola pikir yang seharusnya dimiliki setiap orang. Seseorang yang memiliki jiwa entrepreneurship ini adalah yang disebut entrepreneur. Seorang entrepreneur dianjurkan untuk memiliki pola pikir yang di luar kebiasaan orang pada umumnya. Seorang entrepreneur akan selalu memacu semangatnya setiap hari, selalu memotivasi diri dan tersenyum dalam segala situasi. Entrepreneur akan melihat masalah sebagai suatu tantangan. Tidak ada kata gagal dalam entrepreneur yang ada hanyalah sukses atau belajar.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki salah satu rumah cuci, tepatnya dirumah cuci Rizky, hati terasa takjub dengan ramahnya pelayanan di tempat tersebut. Ramainya pengunjung yang datang dan sedikitnya pegawai yang melayani karena kurangnya jumlah pegawai yang bekerja di tempat tersebut membuatku ingin membantu untuk sedikit mengurangi beban mereka.
Di laundry yang nampak ramai dan damai ini tidak nampak angkutan umum yang lalu lalang melintas disepanjang jalan sehingga membuatku agak kesulitan untuk pergi kesana. Jalanan menuju tempat ini hanya diramaikan dengan orang-orang yang berjalan kaki menuju sawah, anak-anak yang pergi kesekolah, dan penduduk lain yang melakukan aktivitas tentunya dengan berjalan kaki. Seketika ada juga kendaraan bermotor milik penduduk yang melintas dengan cepat meramaikan jalanan yang nampak lengang itu. Untuk menempuh perjalanan menuju rumah cuci tersebut, saya meminjam kendaraan milik saudara saya yang juga kuliah di IAIN SA.



B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja yang dilakukan saat magang pertama di tempat rumah cuci Rizky?
2.      Bagaimana pelayanan yang dilakukan saat magang kedua di rumah cuci Rizky?
3.      Bagaimana usaha rumah cuci Rizky saat magang hari terakhir?


C.   TUJUAN
1.      Mengetahui aktifitas yang dilakukan saat magang pertama di lokasi magang
2.      Mengetahui cara pelayanan yang dilakukan saat magang kedua di lokasi magang
3.      Mengetahui seberapa besar usaha di rumah cuci Rizky saat magang terakhir

D.   MANFAAT

a.       Teoritis
Memberikan tambahan informasi tentang tata cara bagaimana menjadi seorang entrepreneur dalam masyarakat sekitarnya.

b.      Praktis
Sebagai pedoman atau referensi dalam melakukan penelitian tentang kegiatan magang di tempat yang telah ditentukan.
Menambah wawasan dengan membantu kegiatan seorang entrepreneur guna menghadapi dunia pekerjaan di masa yang akan datang.
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi kita agar bisa menerapkan teori- teori menjadi seorang enterpreneur yang kita dapat.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup (usaha). Kewirausahaan merupakan ilmu yang memiliki obyek kemampuan yang menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Dalam bidang tertentu seperti perdagangan dan jasa, kewirausahaan dijadikan kompetensi inti guna meningkatkan kemampuan bersaing, perubahan, inovasi, pertumbuhan dan daya tahan usaha, perusahaan. Kewirausahaan dapat digunakan untuk kiat bisnis jangka pendek dan jangka panjang sebagai kiat kehidupan secara umum.[1]
Proses kewirausahaan secara tipikal sama dengan proses manajemen strategi (Peter Drucker, 1998). Para ahli manajemen dan peneliti mendefinisikan wirausahawan secara berbeda. Ada yang memandang bahwa seorang wirausaha adalah orang atau kelompok yang meciptakan usaha baru. Seorang wirausahawan adalah pencipta, pemilik dan pemimpin eksekutif perusahaan. Pendapat lain mengungkapkan wirausahawan adalah orang yang menciptakan usaha untuk mendapatkan labadan terus berkembang yang lebih menekankan resiko keuangan sebagai karakteristik kunci dalam mengambil keputusan.[2]




B.     Obyek Kewirausahaan
Seperti ilmu lain, kewirausahaan memiliki obyek studi yang pada intinya adalah nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang diwujudkan dalam bentuk perilaku didunia nyata. Beberapa obyek kewirausahaan sebagai berikut:
1.      Kemampuan merumuskan tujuan hidup dan mengelola usaha.
Tetapkanlah niat dan tujuan sebelum memulai suatu usaha. Hal ini sangat penting karena inilah yang akan mendorong dan menuntun dalam menjalankan bisnis. Artinya, harus punya visi dan misi yang jelas.[3]
2.      Kemampuan memotivasi diri.
Kemampuan memotivasi diri menumbuhkan tekat dan semangat dalam melakukan kegiatan usaha.
3.      Kemampuan berinisiatif
Kemampuan berinisiatif adalah mengerjakan sesuatu yang baik tanpa menunggu perintah orang lain yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga dalam jangka panjang menumbuhkan kebiasaan berinisiatif yang akan menghasilkan kreatifitas dan inovasi.
4.      Kemampuan membentuk modal.
Semangat dan tekat untuk berusaha dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan menjadi dasar dalam kemampuan membentuk modal. Kemampuan membentuk modal sangat menentukan kelancaran dalam memulai usaha.
5.      Kemampuan mengatur waktu
Wirausahawan yang menanggung bermacam resiko membutuhkan manajemen waktu yang tepat, kapan memulai pekerjaan dan kapan selesai.
6.      Kemampuan mental yang dilandasi agama.
Pada saat kehidupan wirausaha pada kondisi sulit, kekuatan mental yang dilandasi keyakinan dan agama sangat diperlukan guna menghadapi tekanan kesulitan.
7.      Kemampuan mengambil hikmah dari pengalaman.
Pengalaman wirausaha yang baik dan pengalaman yang menyakitkan dapat merupakan pengalaman yang berharga apabila wirausaha tersebut mampu mengambil hikmah. Pengalaman merupakan bahan referensi dalam bersikap, berperilaku, mengambil kebijakan, dan menjalankan usaha dimasa kini dan masa depan.



BAB III
LAPORAN HASIL MAGANG

A.    Hari Pertama Magang
Merintis sebuah usaha memang bukanlah suatu hal mudah karena dibutuhkan ketekunan dan kerja keras. Seperti salah satu usaha jasa cuci yang didirikan oleh mbk Fitroh ini yang bermula didirikan di daerah Ketintang Surabaya Selatan kini sudah bercabang di daerah Bendul Merisi. Meskipun baru berjalan dua bulan, ternyata pelanggan jasa cuci ini telah membludak sehingga dua orang karyawannya pun merasa kewalahan dan timbul niat kami untuk menyelesaikan tugas Enterpreneur kami ditempat tersebut sekalian membantu mengurangi beban atas banyaknya pelanggan yang datang apalagi saat menjelang liburan. Hari pertama kami datang ke lokasi tersebut 20 April 2012, kami di sambut dengan baik. Kami meminta ijin untuk diperbolehkan membantu mereka untuk beberapa hari guna menyelesaikan tugas mata kuliah kami. Kami langsung diterima saat itu juga. Kami sangat senang dan saat itu kami mulai diajari bagaimana cara menggunakan mesin cuci untuk pakaian-pakaian tertentu. Saat itu kami datang disiang hari pelanggan masih sedikit karena bukan hari liburan sehingga semua pakaian sudah kering dan tinggal disetrika. Kami membantu menyetrika semua pakaian yang sudah dicuci. Setelah menyetrika, tak ada lagi pekerjaan yang dapat kami lakukan karena semuanya telah selesai tinggal menunggu pelanggan yang datang selanjutnya. Hari itu kami pulang lebih awal karena kendaraan yang kami pinjam hanya sampai pukul 3 sore. Kami pulang dengan perasaan senang karena kami merasa sedikit bisa meringankan beban pemilik laundry tersebut.

B.     Hari Kedua Magang  

Berbeda dari magang sebelumnya keadaan laundry hari ini lebih ramai soalnya bertepatan pada hari sabtu 28 April 2012. Hari sabtu adalah paling ramainya tempat laundry sebab banyak dari mahasiswa atau masyarakat yang menghabiskan waktunya untuk berlibur sehingga mereka tidak sempat untuk mencuci pakaiannya. Kami datang kesana lebih pagi sekitar pukul 10.00. sesampainya disana, sekitar 4 orang pelanggan sudah mengantre di depan laundry. Kami memulai pekerjaan kami dengan menimbang pakaian kotor yang dibawa oleh para pelanggan dengan harga per lima kilonya cuci basah Rp.5000,- sedangkan cuci kering Rp.8000,- dan cuci kering setrika Rp.10.000,-. Tiap pelanggan ada yang sampai mencapai 10 kilo ada pula yag paling sedikit 3 kilo dan harga 3 kilo disamakan dengan harga 5 kilo karena sudah ketentuan minimal melaundry 5 kilo. Setelah kami melayani pelanggan sementara menunggu pelanggan selanjutnya, kami membantu mbak Fitroh memasukkan pakaian kedalam mesin cuci. Ternyata menggunakan mesin cuci laundry tidak semudah yang saya bayangkan. Pakaian orang dewasa dan anak-anak dipisah karena tiap pakaian ada kecepatannya tersendiri. Tingkat kecepatan mencuci pakaian anak-anak lebih tinggi karena pakaian anak-anak identik dengan kotoran yang sulit dihilangkan. Semua pakaian kotor di cuci hanya sebagian dikarenakan kurangya lahan untuk tempat menjemur. Setelah membantu mencuci ada waktu luang kami sempat mengobrol dengan pemilik laundry. Setelah banyak bercerita tentang usahanya kami pamit pulang karena sudah hampir sore kami disana. Mereka berterima kasih karena hari itu kami telah membantu mereka.

C.     Hari terakhir magang
Hari Minggu 27 mei 2012 adalah hari terakhir kami magang di rumah cuci Rizky karena hari itu adalah hari libur kuliah kami. Kami tiba di lokasi pukul 13.00 WIB dan pakaian kotor sudah banyak yang mengantre dicuci. Saya pun seperti biasa langsung mengambilnya dan langsung mencucinya. Terlihat sebuah selimut besar juga sebuah seprei saya tidak bisa mencucinya karena harus menggunakan mesin cuci khusus jadi saya memanggil mbak Firoh memintanya untuk membantu mencucinya dan menggantikan pekerjaannya yang sedang melipat pakaian. Satu hal yang membuat tempat laundry ini ramai adalah wanginya bau pakaian caranya ketika di setrika menggunakan pewangi sejenis Molto dan saat akan dimasukkan ke kantong plastik diberi pewangi asli dari Cina. Seperti hari-hari sebelumnya, saya melakukan semua pekerjan dengan rapi. Mulai dari mencuci, melipat pakaian bahkan sampai menyetrika. Meski nggak sepenuhnya kami kerjakan sendiri, kami merasa untuk menjadi seorang entrepreneur itu sangat tidak mudah karena membutuhkan kesabaran dan kreatifitas yang tinggi.dihari terakhir ini kami cukup merasa kelelahan karena kami menghabiskan banyak waktu untuk membatu menyetrika pakaian mungkin ini karena hari minggu banyak pakaian yang sudah kering yang dicuci hari sabtunya kemaren. Setelah menyetrika semua pakaian kami merasa kelelahan dan meminta izin untuk pamit pulang dan juga karena hari sudah menjelang malam. Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada mbk Fitroh karena telah mengzinkan kami magang di tempat usahanya. Begitu pula sebaliknya mbak Fitroh juga sangat berterima kasih kepada kami dan meminta maaf karena tidak bisa memberi apa-apa. Bagi kami bida diterima magang di tempat usahanya tersebut kami sudah sangat bersyukur dan sangat berterima kasih.



BAB IV
SIMPULAN
           
      Kewirausahaan merupakan ilmu yang memiliki obyek kemampuan yang menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dan seorang wirausahawan adalah orang yang mampu menciptakan usaha untuk mendapatkan  laba dan terus berkembang dengan lebih menekankan resiko keuangan sebagai karakteristik kunci dalam mengambil keputusan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan tiga kunci pengertian wirausaha, yaitu orang yang: melihat peluang, menentukan langkah kegiatan  dan berani menanggung resiko dalam upaya meraih kemanfaatan.
      Sebagai contoh adalah mbak Fitroh, dalam merintis usahanya beliau tidak pernah menyerah. Mulai pertama buka jasa laundry didaerah Ketintang beliau tidak pernah merasa putus asa meskipun saat itu tidak seramai saat ini. Karena kesabaranya mbak Fitroh sekarang beliau sudah membuka cabang di daerah Bendul Merisi dan di tempat inilah kami magang. Selama kami magang disana, kami mempunyai banyak pengalaman bagaimana caranya untuk menjadi seorang wirausahawan. Untuk membuat usaha semakin berkembang bukan hanya dari modal yang besar saja tetapi ciri khas dari usaha tersebut sangat menentukan majunya usaha. Seperti laundry milik mbak Fitroh ini yang membedakan dari laundry-laundry lainnya adalah aroma pakaian setelah selesai di laundry bisa awet berhari-hari dan juga tempatnya yang sangat strategis dekat dengan perumahan elit hal ini yang menyebabkan banyaknya pelanggan yang datang setiap harinya hingga pada hari tertentu mbak Fitroh merasa kewalahan. Dari hal-hal kecil tersebut kita dapat mengambil contoh untuk menjadi seorang wirausahawan pemula.



DAFTAR PUSTAKA

Drucker, Peter. 1996. Innovation and Enterpreneuship. Jakarta: Erlangga
Hasan , Zulkifli. 2010. Cara Waras Menjadi Pengusaha, Jakarta: Star Books.
Kristanto, Heru. 2009. Kewirausahaan Enterpreneurship Pendekatan Manajemen dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nitisusastro, Mulyadi. 2009. Kewirausahaan manajemen dan usaha kecil. Bandung: Alfabeta



            LAMPIRAN
  
Foto


[1]  Mulyadi Nitisusastro. Kewirausahaan manajemen dan usaha kecil. (Bandung: Alfabeta, 2009), 37
[2]  Heru Kristanto. Kewirausahaan Enterpreneurship Pendekatan Manajemen dan Praktik. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 1

[3] Zulkifli Hasan. Cara Waras Menjadi Pengusaha, (Jakarta: Star Books, 2010), 51
BELAJAR YUKK